Slide # 1

Slide # 1

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 2

Slide # 2

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 3

Slide # 3

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 4

Slide # 4

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 5

Slide # 5

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Minggu, 15 Desember 2013

Karena Kebiasaan

Kebiasaan buruk bila terus dipelihara bisa "membunuh" kita sendiri.

Sebagian besar hidup kita dipengaruhi oleh kebiasaan. Kebiasaan adalah aktivitas yang kita lakukan secara berulang-ulang, sehingga kita melakukannya secara otomatis, bahkan tanpa memikirkannya. Karena itulah baik buruknya hidup kita sangat dipengaruhi oleh baik buruknya kebiasaan kita. Karena itu penting untuk melatih kebiasaan baik agar hidup kita pun baik akhirnya.
Terkadang tanpa sadar kita sering memelihara kebiasaan buruk. Padahal kebiasaan buruk itu bisa menghancurkan kita sewaktu-waktu. Memelihara kebiasaan buruk ibarat memelihara binatang buas yang sewaktu-waktu bisa memangsa kita sendiri.
Satu contoh, banyak umat Islam yang memiliki kebiasaan buruk meremehkan khotbah Jum’at. Padahal kita tahu khotbah Jum’at juga termasuk ke dalam rukun sholat Jum’at, tapi hanya karena kita sering berpikir “tidak mengikuti khotbah pun tetap sah sholatnya” maka kita sering meremehkan khotbah Jum’at tersebut.
Ada sebuah cerita unik yang saya dapatkan dari ustadz saya. Adalah cerita tentang seorang laki-laki yang ingin berkunjung ke keluarganya ketika hari raya Idul Fitri. Agar tidak kesiangan, orang tersebut memutuskan untuk berangkat sebelum sholat Ied dimulai dan berpikir untuk ikut sholat Ied di perjalanan.
Ketika laki-laki tersebut melewati masjid yang jamaahnya baru berdatangan, dia berpikir, “Jamaahnya baru berdatangan. Sholat di masjid lain saja.” Dia pun melanjutkan perjalanan.
Laki-laki itu melewati masjid lagi. Tapi kali ini jamaah sudah penuh dan sudah terdengar khotib menyampaikan khotbah. “Baru khotbah, mungkin masih lama. Sholat di masjid lain saja,” batinnya. Dia pun tetap melanjutkan perjalanan.
Dia akhirnya berhenti di masjid yang kebetulan sudah dipenuhi jamaah sholat Ied. Orang itu lalu masuk masjid, kemudian duduk dan mendengarkan khotbah sang khotib dengan tenang.
Ketika sang khotib telah selesai khotbah, jamaah pun bubar. Laki-laki tadi kebingungan. “Lho kok langsung bubar, tidak sholat dulu?” katanya.
Maksud loh? Ya iyalah langsung bubar. Di mana-mana sholat Ied itu ya sholat dulu baru khotbah. Memangnya sholat Jum’at? Rupanya orang tersebut lupa bahwa sholat Ied dilakukan sebelum khotbah.

Sesampainya di rumah keluarganya, kisah itu menjadi bahan bercanda yang cukup mencairkan suasana. J

Selasa, 10 Desember 2013

Barang Rongsokan

Ketika barang sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi, barang itu pun dibuang dan menjadi rongsokan. Karena barang itu tidak lagi berfungsi sebagaimana tujuannya diciptakan. Begitupun manusia, jika hidupnya tidak digunakan untuk beribadah sebagaimana tujuan Allah menciptakannya, maka dia seperti barang rongsokan.

Namanya juga rongsokan, maka tidak ada tempat yang lebih cocok baginya selain di tempat sampah. Manusia pun jika tidak mau menyembah Allah dengan melaksanakan perintah-perintah Allah lebih baik berada di tempat sampah.


Barang rongsokan ada baiknya di daur ulang agar bisa dimanfaatkan lagi, serta mempunyai nilai yang lebih tinggi. Saudaraku, marilah kita ‘mendaur ulang’ diri kita menjadi hamba yang taat menjalankan titah-Nya, agar kita menjadi orang yang lebih baik dan bernilai.

Akhukum.

Senin, 02 Desember 2013

Nikmati Prosesnya


"Pukul berapa sekarang"?

Jika kita ditanya seperti itu, biasanya spontan kita akan menengok jam dinding, arloji ataupun HP. Lalu kita segera menjawab, "Pukul 13.55" atau "14.32" dan seterusnya.

Kawan, pernahkah kita mengatakan pukul tertentu dengan menyebutkan detiknya, misalnya, 10.34.51, atau 18.44.20 dan seterusnya. Pernahkah kita memperhatikan jarum detik?. Mungkin jawabannya hampir pasti, nyaris tidak pernah.


Seringkali kita meremehkan hal-hal kecil seperti satuan detik dalam jam. Padahal ‘jarum detik’ adalah jarum paling penting (tidak termasuk jam digital). Mesin jam bergerak setiap satu detik dan bersamaan dengan itu ‘jarum menit’ dan ‘jarum jam’ mengikuti. Satuan detik adalah proses yang harus dilalui untuk mencapai jam dan menit tertentu.

Begitulah. Untuk menghasilkan sesuatu yang besar maka kita harus melakukannya sedikit demi sedikit, dengan penuh ketekunan hingga kita bisa menghasilkan sesuatu yang berarti.
Itulah yang terjadi pada orang-orang sukses. Mereka telah melakukan perjuangan panjang sehingga mereka yang awalnya bukan siapa-siapa akhirnya menjadi orang luar biasa. Yang awalnya hanya ‘detik’ akhirnya menjadi ‘menit’ bahkan ‘jam’. Hanya saja dalam proses perjuangannya, tidak ada orang yang mengenal mereka. Tahu-tahu orang mengenalnya ketika mereka sudah sukses. Persis seperti kasus jam dinding di atas, tahu-tahu sudah pukul sekian tanpa kita memperhatikan perjalanannya tiap detik.

Ketika Mario teguh ditanya oleh seorang audiens, “Bagaimana caranya menjadi pembicara yang hebat seperti Bapak?”. Beliau menjawab dengan beberapa pertanyaan sederhana.
“Siap berlatih keras?”
“Siap hidup susah?”.
"Good! Super!"

Mungkin, kita akan kesulitan membayangkan bagaimana orang seperti Mario Teguh berbicara gagap. Tahu-tahu beliau sudah menjadi pembicara hebat.

Maka tidak ada kesuksesan yang datang tiba-tiba. Semua butuh proses dan perjuangan. Orang sukses pasti telah melakukan sesuatu yang kita belum lakukan.

 “Anytime you see someone more succesful than you are, they are doing something you aren’t (Kapanpun Anda melihat seseorang yang lebih sukses dari Anda, mereka telah melakukan sesuatu yang belum pernah Anda lakukan).” (Malcolm X, dari buku How To Master Your Habits, Felix Y. Siauw).
***

Salam,
Mashari
The InspiWriter