Slide # 1

Slide # 1

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 2

Slide # 2

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 3

Slide # 3

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 4

Slide # 4

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 5

Slide # 5

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Sabtu, 11 Januari 2014

Nelayan dan Bekal Air Minum

Suatu kali saya pernah bertanya kepada bapak saya: “Pak, kenapa ya, para nelayan ketika melaut mereka masih membawa bekal air untuk minum atau masak. Kan, mereka sudah berada di air?”
Dengan enteng Bapak menjawab, “Ya, sama dengan kita. Kita di sawah, banyak air. Tapi kita juga masih bawa air minum dari rumah. Kita tetap tidak mau minum air sawah ini.”
Hehehe...benar juga kata Bapak.
Jadi begini penjelasannya.
Tentu saja air sawah adalah air kotor dan berlumpur. Ditambah lagi dengan banyak hewan yang hidup dan berkembang biak di dalam air seperti beberapa ikan, katak, nyamuk dan banyak serangga lainnya. Jika sawah sudah ditanami (padi) sudah bisa dipastikan para petani akan menabur pupuk atau menyemprotkan pestisida dan akhirnya bercampur ke dalam air. Kesimpulan sederhananya, air sawah tidak cocok untuk tubuh manusia karena mengandung banyak unsur yang membahayakan tubuh kita.
Sama halnya dengan air laut. Air laut mengandung garam. Air garam jika diminum tidak dapat menghilangkan dahaga. Jika kita minum air laut, maka kita akan buang air kecil lebih banyak dari julmah air yang kita minum. Itu adalah cara organ tubuh kita mengeluarkan garam yang berlebih. Akibatnya kita bisa mengalami dehidrasi karena terlalu banyak buang air kecil. Karena itu, para nelayan tidak mau mengkonsumsi air laut.
Bagaimana dengan hati kita, apabila kita sering memasukkan sesuatu yang tidak seharusnya. Sesuatu yang ‘kotor’? Tentu suatu saat dapat merusak bahkan mematikan hati kita. Jangan sampai kita mengotori hati kita dengan berbuat maksiat karena suatu saat hati kita akan mati.
Memang sistem kapitalisme yang diterapkan di negara kita dan hampir seluruh negara di dunia telah membuat kemaksiatan merajalela dan kebaikan menjadi barang langka. Dunia saat ini adalah dunia di mana durhaka kepada Allah dianggap hal biasa. Sebagai contoh, pernikahan dini dihalangi sedangkan pergaulan bebas dibiarkan merajalela (Anda, terutama yang sudah mempunyai anak, pilih mana anak Anda nikah usia dini atau anak Anda zina usia dini?). Suap dan korupsi kini dianggap sebagai kebutuhan utuk bisa survive di dunia, sementara yang ingin bekerja dengan jujur malah dijauhi.
Sistem kapitalisme kini telah menjadi lingkungan hidup kita. Namun bukan berarti kita harus mengikuti budaya kapitalisme yang rusak ini. Kita harus memiliki ‘bekal’ sendiri sebagaimana para petani membawa bekal di tengah hamparan sawah dan nelayan membawa bekal di tengah luasnya samudera. Jangan sampai kita ‘minum air’ kapitalisme yang berbahaya bagi kehidupan kita.
Bedanya, para petani dan nelayan tidak bisa mengubah air sawah dan air laut menjadi layak minum, dan mereraka tidak perlu melakukan itu. Tapi sistem yang mengatur kehidupan kita saat ini bisa diubah dan memangharus diubah ke arah yang lebih baik. Sistem yang menghancurkan tatanan kehidupan manusia harus diganti dengan sistem yang bisa memuliakan manusia. Itulah Islam. Islam bukan sekedar agama ritual seperti yang kita jalani selama ini. Islam memiliki aturan yang sempurna dan mampu menjadikan umat ini umat yang terbaik.

Karena itu, sudah saatnya kita membuang jauh-jauh sistem kapitalisme yang bobrok ini dan menggantinya dengan sistem Islam kaffah dalam naungan Khilafah rasyidah ‘ala minhaj an-nubuwwah.

0 komentar:

Posting Komentar