Slide # 1

Slide # 1

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 2

Slide # 2

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 3

Slide # 3

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 4

Slide # 4

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Slide # 5

Slide # 5

Far far away, behind the word mountains, far from the countries Vokalia and Consonantia, there live the blind texts Read More

Sabtu, 22 Februari 2014

WAJAN KECIL

Suatu hari ada seorang laki-laki terlihat tengah asyik memancing di tepi sungai. Dia melemparkan pancingnya ke kedalaman sungai, lalu dengan sabar dia menunggu ikan menyambut umpannya.

Sepertinya ini adalah hari keberuntungannya. Belum lama laki-laki itu menunggu, seekor ikan tertipu umpannya. Segera dia menarik pancingnya dengan sekuat tenaga, lalu diambilnya ikan yang terkait di pancingnya. Ikan yang sangat besar. Dia mengamati ikan tersebut, mengukur besarnya. Sesaat kemudian, pria itu melemparkan ikan yang didapatnya itu kembali ke sungai.


Dia kembali melempar pancingnya. Menunggu lagi dengan tenang. Tak lama kemudian, pancingnya terasa ditarik dengan sangat kuat. Lebih kuat dari sebelumnya.

“Ikannya pasti lebih besar,” pikirnya.

Benar saja, ikan itu jauh lebih besar dari sebelumnya. Laki-laki itu mengamati ikan tersebut, lalu kembali melemparkannya ke sungai. Dia pun melempar pancing yang sudah diberi umpan ke sungai sekali lagi.

Sudah banyak sekali ikan besar yang didapatnya, namun sebanyak itu pula laki-laki itu mengembalikannya lagi ke sungai. Apa yang terjadi dengan orang ‘kurang kerjaan’ itu? Apa dia hanya iseng dan senang memancing saja dan tak berniat menikmati hasil memancingnya? Tidak juga.

Untuk kesekian kalinya, laki-laki itu melemparkan pancingnya ke sungai. Setelah agak lama dia menunggu, akhirnya pancingnya ditarik oleh sesuatu; ikan. Dia menarik pancingnya dan didapatinya seekor ikan kecil. Setelah diamati dan diukur besarnya, dia terlihat puas dan membawa ikan itu pulang.

Ada seseorang yang sedari tadi mengawasinya merasa heran, dia pun bertanya kepada laki-laki tersebut. “Maaf, Pak. Dari tadi Bapak saya amati saat memancing, Bapak selalu mendapat ikan besar lalu melemparnya lagi ke sungai dan Bapak terlihat tidak senang. Tapi kenapa waktu Bapak mendapatkan ikan yang kecil justru Bapak terlihat senang dan membawanya?”

Laki-laki tadi pun menjawab, “Iya Mas, sebenarnya saya juga sayang membuang ikan yang besar-besar tadi. Yang jadi masalah sebenarnya bukan pada ikannya, tapi masalahnya pada wajan saya di rumah. Wajannya kecil, jadi tidak bisa dipakai untuk memasak ikan besar.”

***

Cerita di atas memang hanya fiksi belaka, tidak pernah terjadi di kehidupan nyata. Tapi bolehlah kita mengambil hikmah di balik kejadian unik tersebut. Pernahkah kita mengalami hal sama seperti pria ‘unik’ di atas? Tidak pernah? Yakin?

Kalau sama persis peristiwanya mungkin tidak pernah. Tapi entah disadari atau tidak kita sering melakukan kekonyolan yang sama seperti yang dialami pria tersebut.

Terkadang kita membuang kesempatan besar hanya karena kita merasa belum mampu untuk melakukannya. Kita sering membuang ikan besar hanya gara-gara wajan kita kecil. Padahal kita bisa melakukan sesuatu yang lebih besar dan lebih baik jika kita mau mengambil kesempatan besar yang datang seraya menyiapkan diri untuk malakukannya dengan baik.

Barangkali kita sering sekali melakukannya. Mungkin kita pernah diminta untuk berbicara di depan umum, menjadi pembawa acara atau bahkan pemateri, tapi kita menolaknya. Alasannya, “Saya tidak bisa,” “Saya tidak siap,” dan seribu alasan lainnya. Atau kita mendapat tawaran bisnis besar, lalu kita menolak dengan alasan tidak bisa. Bisa juga kita mendapat amanah dakwah. Lagi-lagi kita menolaknya dengan alasan klasik, tidak bisa, banyak urusan dan berbagai dalih lainnya. Padahal amanah itu bisa menjadi ladang pahala bagi kita. Dan perlu diingat, amanah itu tidak diberikan kepada sembarang orang. Dengan seringnya kita menolak kesempatan besar, kita akhirnya menjadi tidak pernah berkembang. Itu bahaya.

Apa masih banyak lagi kesempatan besar yang kita buang percuma? Ditawari nikah misalnya? Hehehe....


Semestinya yang kita lakukan bukan membuang ikan yang besar, tapi seharusnya kita siapkan wajan yang lebih besar. Inilah sikap yang harus kita ubah dalam hidup kita. Selalu siapkan diri untuk menyambut kesempatan besar untuk menjadi pribadi yang berprestasi luar biasa!

Salam,
MASHARI

0 komentar:

Posting Komentar